Dengan
menyebut nama Allah subhanahu wa ta’ala, aku ingin mencoba menulis setiap hari
selama bulan puasa ini, semoga Allah SWT. Menolong niatku ini, aamiin.
Tahun
2013 kali ini merupakan puasaku yang ke empat di negeri seribu menara, negeri
para nabi, dan negerinya universitas tertua, yaitu Universitas al-Azhar. Jika jauh
dari keluarga bagiku sudah nggak asing lagi, karena semenjak lulus dari Sekolah
Dasar Negeri (SDN) aku sudah harus berangkat untuk nyantri disebuah pesantren
yang semi-salaf, yaitu Pesantren al-Ishlah as-Salafiyah, otomatis tiap bulan
puasa aku harus jauh dari kebersamaan keluarga.
Selama
aku sekolah di Madrasah Tsanawiyyah (MTs) Luwungragi, Allah memberikan anugrah
kepadaku untuk lebih suka belajar agama diatas belajar materi umum. Oleh karena
itu waktu masih sekolah MTs, di bulan Ramadhan aku selalu berfokus untuk ikut
kilatan/ pasaran kitab di pesantren, dibanding untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM)
di sekolah. Maka, tak ayal aku selalu pulang lebih cepat dari kawan-kawan yang
lain, itu semua aku lakukan karena kecintaanku untuk belajar agama dan lagi
karena kegiatan KBM di sekolah kurang efektif di bulan Ramadhan. Maka, pas
sekali langkah yang dulu diambil oleh mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus
Dur), untuk meliburkan sekolah ketika bulan Ramadhan, karena kenyataannya
sampai sekarang juga, belajar di bulan Ramadhan mereka kurang efektif dan lebih
banyak hanya diisi dengan kegiatan yang seakan untuk mempercepat kegiatan KBM,
misalnya digunakan untuk Mid Semester, dll.
Setelah
MTs, aku ngelanjutin Sekolah Menengah Umum Ma’arif (SMU), lagi-lagi aku harus
jauh dari keluarga dan kampung halaman ketika bulan Ramadhan. Setelah usai SMU,
aku melanjutkan Madrasah Aliyah as-Salafiyyah (MA) yang kemudian ikut test
ujian di MAN 1 Brebes, sebagai pemenuh syarat ngelanjutin ngaji, karena gak ada
niatan untuk kuliah, di Kairo, Mesir.
Setelah
berangkat di Mesir, aku tiap bulan Ramadhannya harus jauh dari keluarga, bahkan
jauhnya sekarang nggak tanggung-tanggung, harus dipisahkan ama Negara dan
Benua. Yang tadinya hanya terpisah kota, karena dulu pendidikanku masih disatu
provinsi, yaitu Provinsi Jawa tengah (Jateng), tapi sekarang harus antara
Indonesia-Mesir, Benua Asia dan Afrika.
Apakah
selama itu bias dilalui karena gak pernah ada rasa rindu dengan keluarga dan kampong
halaman? Tentu saja rindu dan kangen selalu ada, apalagi dimasa-masa Ramadhan
yang nuansa kebersamaannya selalu dirindukan, ketika harus sahur bersama,
menyiapkan buka bersama bareng, shalat jamaah bersama, dan tentunya shalat
Tarawih bersama. Kangen itu selalu ada, apalagi jika mengingat suara yang
terdengar dari corong speaker mushala, anak-anak sedang tadarusan bersama. Indah
sekali. Namun, semua itu aku singkirkan sementara karena aku yakin suatu saat
pasti aku akan pulang untuk mereka. Kepergianku bukanlah untuk keegoan diriku,
melainkan aku belajar agama untuk aku bagikan kepada mereka ketika sudah harus
duduk dan menemani keluarga dan masyarakat kampong untuk hidup bersama menapaki
jembatan kehidupan, menjalankan titah Allah SWT. sebagai khalifah di dunia fana
ini.
Namun,
tahun 2013 ini seakan sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Walau aku
masih tetap harus jauh dan masih di kota Kairo, Mesir. Tapi, aku merasakan ada
hal yang aku rasa sangat berbeda. Iya, ada hal yang sangat berbeda.
Terasa
dalam hatiku sangat sedih, karena dalam hati ada pertanyaan “apakah tahun ini
merupakan tahun terakhir aku shalat tarawih di Mesjid al-Azhar, Kairo, Mesir? Karena
emang aku sudah semester terakhir di Universitas al-Azhar (UA). Sempat aku
punya tekad untuk berjuang melanjutkan S2 di UA lagi, namun setelah melihat
realita usia ortu yang semakin hari semakin melayu, sudah gitu, kakekku baru
saja kembali kehadirat Allah SWT, dan lagi, Mesir sudah semakin tidak bisa
menghoormati al-Azhar dan ulamanya, sehingga ada sebagian kawanku yang berani
mencaci ulama Azhar, yang notabene beliau semua adalah guru ruhani mereka, guru
ruhani itu lebih utama disbanding guru jasad, sebagaimana penghargaan Imam
Syafi’I radhiyallahu anhu.
Puasa
tahun 2013 ini sangat, dan sangat berbeda bagiku. Mungkinkah pijakan tarawih di
Mesjid Azhar ini merupakan pijakan yang terakhir? Ya Alalh, hanya Engkau yang
sangat tahu perihal ini dan jawabannya.
Jika
tahun pertama di negeri seribu menara ini aku habiskan dengan mengikuti
pengajian tentang ilmu ruh kepada guru spiritualku Syeikh Rahimudin, Lc. (cucu
dari ulama monumental Indonesia, Imam Nawawi al-Bantaniy rahimahullah). Di taun
kedua aku habiskan bulan puasaku di rumah tahfidz Syeikh Sayyid, Syeikh Mesir
yang telah hafal Qur’an serta Qira’atnya dan bersanad. Di taun ketiga aku
habiskan bulan puasaku bersama Syeikh Yusri Rusydi Jabr, ulama bidang ruh serta
seorang ulama al-Azhar juga seorang dokter bedah yang sangat alim. Nah, di
tahun keempat ini, tahun 2013, aku akan habiskan Ramadhanku di Mesjid al-Azhar.
Mesjid yang telah menelorkan ribuan ulama caliber dunia, semisal Imam Ibnu
hajar, Imam Athaillah, Imam Suyuthi, Imam Jalalain, dll. Al-Azhar yang
merupakan kiblat ilmu dunia setelah Baghdad hancur di masa Bani Umayah. Iya, Mesjid
al-Azhar adalah tempat yang harus aku singgahi tiap malam untuk menghabiskan
sisa usiaku di Mesir ini.
Tarawih
di al-Azhar selalu mengikuti Mazhab Syafi’I, yaitu Shalat Tarawih dengan jumlah
20 raka’at ditambah 3 Shalat Witir. Tahun yang telah lalu, dari semenjak
2009-2011, Imam di Mesjid al-Azhar selalu muda dan bacaannya selalu memakai bermacam-macam
Qira’ah, bukan hanya Qira’ah Hafsh sebagaimana shalat di mesjid-mesjid umumnya,
namun juga Qira’ah lainnya, missal Wars, Qalun, dll. Namun, mulai tahun
2012-2013 ini, imam Shalat tarawihnya bukan yang pernah aku liat lagi, sudah
rada paruh baya dikit, dan sudah nggak make variasi Qira’ah lagi.
Tentu
kerinduanku akan ada untuk selalu berdiri shalat di Mesjid Azhar ini, ya Rabb.
Doa selalu ku panjatkan pada-Mu, berikan kesempatan dan usia supaya aku bisa
selalu mengahbiskan bulan Ramadhan di negeri Pyramid ini, di Mesjid Azhar,
Kairo, Mesir.
Ramadhan
2013 ini terasa sangat berbeda sekali. Tahun yang lalu, aku makan saur bareng
temen-temen, ada Mang Acep dan Mang Miqdar, namun taun ini mereka gak bareng
lagi, mereka sudah saur bareng istrinya masing-masing. Taraweh taun lalu
berjumlah 23, namun Tarawih malam pertama ini di Mesjid Azhar hanya 11 raka’at.
Yang jadi pertanyaanku, apakah aku masih akan merasakan sahur di hari pertama
bulan puasa di negeri Pyramid di tahun depan? Lagi-lagi hanya Allah yang Maha
Tahu.
Puasa
kali ini sudah ada tiga temen deketku yang tahun kemaren masih bersama, namun
tahun ini sudah beristri. Semoga, puasa tahun 2013 ini aku lancar, dan puasa tahun 2014 nanti sudah bisa ditemani
oleh istri, sang bidadri dunia akherat, yang akan bersama berjuang di medan
Allah SWT, yang akan membesar dan mendidik anak-anakku, yang akan mengingatkan ketika aku salah, dan akan
mendukung segala aktivitasku ketika itu baik dan benar, aamin.
Al-Azhar,
engkau akan selalu terindukan olehku. Kau adalah ibuku, sebagaimana yang telah
dikatakan oleh ulama al-Azhar caliber Dunia, Penasehat Grand Syeikh Azhar,
pakar ilmu kalam, wali Allah SWT, Syeikh
Hasan Syafi’i. Ibu yang akan selalu ku rindukan, akan ku kenang, akan aku sebut
dalam setiap ku rindu dan mengajarkan ilmumu, oh, al-Azhar.
Malam
pertama Shalat Taraweh pun seakan sangat menambah beda ketika Syeikh Abdul
Hakim, ulama pakar Qira’ah yang selalu mengadakan halaqah baca Qur’an bareng
(majlis) setiap satu minggu sekali di Mesjid Azhar. Syeikh Hakim membacakan 1
juz dalam 8 reka’at. Kawan-kawan yang biasa Shalat di Azhar merasa bingung dan
heran, karena setiap bulan Ramadhan, Tarawihnya selalu 23 Rekaat. Namun, apapun
yang terjadi, ini sebagai pelajaran, bahwa Azhar merangkul dan menerima empat
Mazhab yang ada, dan malam ini kami telah membbutikan toleransi itu. Dan, Alhamdulillah, usai shalat, aku bisa
menggandeng beliau, Syeikh Abdul Hakim, Imam Tarawih malam itu, untuk masuk ke
ruang ulama Azhar. Tentu memohon doa kepada beliau dan melunturkan karang
hatiku dengan hanya menempelkan dan mencium tangan mulia beliau.
Usai
Tarawih, aku pulang dan minum Ahir Ashab (Juz Tebu) bersama satu temanku, orang
Lombok. Malam pertama ini aku piket masak untuk sahur,otomatis aku harus segera
belanja ke pasar Khudar, pasar yang berada persis di belakang Mesjid Azhar.
Setelah itu kami pulang, dan ternyata temanku itu lagi galau masalah
nikah??????? hah, langsung aja aku panas-panasin, jika aku juga sudah ada
target di tahun 2013 dengan orang luar Jawa, tepatnya orang Bugis. tentunya aku dan kawanku ini saling cerita tentang masing-masing. Dan, ternyata temenku ini tambah galau, hehe.
Maaf, yah….. makannya, masang target biar gak galau, dan lagi tentuin satu, dan yakinkan diri dan yakinkan pula satu orang yang kamu tentuin itu, karena jodoh itu bukan dicari, melainkan dibangun, jawabku. Awas, nambah galau lagi, hehe..
Udah
akhirnya, aku pamit karena malamnya harus masak untuk kawan rumah yang akan
sahur. Inilah sekilas catetanku di hari pertama puasaku, di tahun 2013, tahun
dimana Mesir sedang panas, karena 3 July Presiden Mesir, Dr. Moh. Mursi dikudeta oleh
masyarakat melalui tentara.
Untuk
selalu memacu kegiatan baik di bulan Ramadhan, ayuk selalu ingat kata ini “mungkin
ini ramadhan terakhirku. Maka, aku harus menggunakannya sebaik mungkin, karena
kemungkinan gak akan ketemu lagi di taun depan”
Wallahu
‘alam. Subuh, Kairo, 10 Juli 2013. Ditulis oleh Syem Sudin, pemimpi 1000 manfaat, Syem Sudin Simple Solution (S4).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar