BUAH JEMARI-Q

Selasa, 09 Juli 2013

Dia yang Akan Membesarkan serta Mendidik Anak-Anakku ( Hari ke-1, Ramadhan)



Dengan menyebut nama Allah subhanahu wa ta’ala, aku ingin mencoba menulis setiap hari selama bulan puasa ini, semoga Allah SWT. Menolong niatku ini, aamiin.

Tahun 2013 kali ini merupakan puasaku yang ke empat di negeri seribu menara, negeri para nabi, dan negerinya universitas tertua, yaitu Universitas al-Azhar. Jika jauh dari keluarga bagiku sudah nggak asing lagi, karena semenjak lulus dari Sekolah Dasar Negeri (SDN) aku sudah harus berangkat untuk nyantri disebuah pesantren yang semi-salaf, yaitu Pesantren al-Ishlah as-Salafiyah, otomatis tiap bulan puasa aku harus jauh dari kebersamaan keluarga.

Selama aku sekolah di Madrasah Tsanawiyyah (MTs) Luwungragi, Allah memberikan anugrah kepadaku untuk lebih suka belajar agama diatas belajar materi umum. Oleh karena itu waktu masih sekolah MTs, di bulan Ramadhan aku selalu berfokus untuk ikut kilatan/ pasaran kitab di pesantren, dibanding untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah. Maka, tak ayal aku selalu pulang lebih cepat dari kawan-kawan yang lain, itu semua aku lakukan karena kecintaanku untuk belajar agama dan lagi karena kegiatan KBM di sekolah kurang efektif di bulan Ramadhan. Maka, pas sekali langkah yang dulu diambil oleh mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), untuk meliburkan sekolah ketika bulan Ramadhan, karena kenyataannya sampai sekarang juga, belajar di bulan Ramadhan mereka kurang efektif dan lebih banyak hanya diisi dengan kegiatan yang seakan untuk mempercepat kegiatan KBM, misalnya digunakan untuk Mid Semester, dll.

Setelah MTs, aku ngelanjutin Sekolah Menengah Umum Ma’arif (SMU), lagi-lagi aku harus jauh dari keluarga dan kampung halaman ketika bulan Ramadhan. Setelah usai SMU, aku melanjutkan Madrasah Aliyah as-Salafiyyah (MA) yang kemudian ikut test ujian di MAN 1 Brebes, sebagai pemenuh syarat ngelanjutin ngaji, karena gak ada niatan untuk kuliah, di Kairo, Mesir.


Setelah berangkat di Mesir, aku tiap bulan Ramadhannya harus jauh dari keluarga, bahkan jauhnya sekarang nggak tanggung-tanggung, harus dipisahkan ama Negara dan Benua. Yang tadinya hanya terpisah kota, karena dulu pendidikanku masih disatu provinsi, yaitu Provinsi Jawa tengah (Jateng), tapi sekarang harus antara Indonesia-Mesir, Benua Asia dan Afrika.

Apakah selama itu bias dilalui karena gak pernah ada rasa rindu dengan keluarga dan kampong halaman? Tentu saja rindu dan kangen selalu ada, apalagi dimasa-masa Ramadhan yang nuansa kebersamaannya selalu dirindukan, ketika harus sahur bersama, menyiapkan buka bersama bareng, shalat jamaah bersama, dan tentunya shalat Tarawih bersama. Kangen itu selalu ada, apalagi jika mengingat suara yang terdengar dari corong speaker mushala, anak-anak sedang tadarusan bersama. Indah sekali. Namun, semua itu aku singkirkan sementara karena aku yakin suatu saat pasti aku akan pulang untuk mereka. Kepergianku bukanlah untuk keegoan diriku, melainkan aku belajar agama untuk aku bagikan kepada mereka ketika sudah harus duduk dan menemani keluarga dan masyarakat kampong untuk hidup bersama menapaki jembatan kehidupan, menjalankan titah Allah SWT. sebagai khalifah di dunia fana ini.

Namun, tahun 2013 ini seakan sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Walau aku masih tetap harus jauh dan masih di kota Kairo, Mesir. Tapi, aku merasakan ada hal yang aku rasa sangat berbeda. Iya, ada hal yang sangat berbeda.

Terasa dalam hatiku sangat sedih, karena dalam hati ada pertanyaan “apakah tahun ini merupakan tahun terakhir aku shalat tarawih di Mesjid al-Azhar, Kairo, Mesir? Karena emang aku sudah semester terakhir di Universitas al-Azhar (UA). Sempat aku punya tekad untuk berjuang melanjutkan S2 di UA lagi, namun setelah melihat realita usia ortu yang semakin hari semakin melayu, sudah gitu, kakekku baru saja kembali kehadirat Allah SWT, dan lagi, Mesir sudah semakin tidak bisa menghoormati al-Azhar dan ulamanya, sehingga ada sebagian kawanku yang berani mencaci ulama Azhar, yang notabene beliau semua adalah guru ruhani mereka, guru ruhani itu lebih utama disbanding guru jasad, sebagaimana penghargaan Imam Syafi’I radhiyallahu anhu.

Puasa tahun 2013 ini sangat, dan sangat berbeda bagiku. Mungkinkah pijakan tarawih di Mesjid Azhar ini merupakan pijakan yang terakhir? Ya Alalh, hanya Engkau yang sangat tahu perihal ini dan jawabannya.

Jika tahun pertama di negeri seribu menara ini aku habiskan dengan mengikuti pengajian tentang ilmu ruh kepada guru spiritualku Syeikh Rahimudin, Lc. (cucu dari ulama monumental Indonesia, Imam Nawawi al-Bantaniy rahimahullah). Di taun kedua aku habiskan bulan puasaku di rumah tahfidz Syeikh Sayyid, Syeikh Mesir yang telah hafal Qur’an serta Qira’atnya dan bersanad. Di taun ketiga aku habiskan bulan puasaku bersama Syeikh Yusri Rusydi Jabr, ulama bidang ruh serta seorang ulama al-Azhar juga seorang dokter bedah yang sangat alim. Nah, di tahun keempat ini, tahun 2013, aku akan habiskan Ramadhanku di Mesjid al-Azhar. Mesjid yang telah menelorkan ribuan ulama caliber dunia, semisal Imam Ibnu hajar, Imam Athaillah, Imam Suyuthi, Imam Jalalain, dll. Al-Azhar yang merupakan kiblat ilmu dunia setelah Baghdad hancur di masa Bani Umayah. Iya, Mesjid al-Azhar adalah tempat yang harus aku singgahi tiap malam untuk menghabiskan sisa usiaku di Mesir ini.

Tarawih di al-Azhar selalu mengikuti Mazhab Syafi’I, yaitu Shalat Tarawih dengan jumlah 20 raka’at ditambah 3 Shalat Witir. Tahun yang telah lalu, dari semenjak 2009-2011, Imam di Mesjid al-Azhar selalu muda dan bacaannya selalu memakai bermacam-macam Qira’ah, bukan hanya Qira’ah Hafsh sebagaimana shalat di mesjid-mesjid umumnya, namun juga Qira’ah lainnya, missal Wars, Qalun, dll. Namun, mulai tahun 2012-2013 ini, imam Shalat tarawihnya bukan yang pernah aku liat lagi, sudah rada paruh baya dikit, dan sudah nggak make variasi Qira’ah lagi.

Tentu kerinduanku akan ada untuk selalu berdiri shalat di Mesjid Azhar ini, ya Rabb. Doa selalu ku panjatkan pada-Mu, berikan kesempatan dan usia supaya aku bisa selalu mengahbiskan bulan Ramadhan di negeri Pyramid ini, di Mesjid Azhar, Kairo, Mesir.

Ramadhan 2013 ini terasa sangat berbeda sekali. Tahun yang lalu, aku makan saur bareng temen-temen, ada Mang Acep dan Mang Miqdar, namun taun ini mereka gak bareng lagi, mereka sudah saur bareng istrinya masing-masing. Taraweh taun lalu berjumlah 23, namun Tarawih malam pertama ini di Mesjid Azhar hanya 11 raka’at. Yang jadi pertanyaanku, apakah aku masih akan merasakan sahur di hari pertama bulan puasa di negeri Pyramid di tahun depan? Lagi-lagi hanya Allah yang Maha Tahu.

Puasa kali ini sudah ada tiga temen deketku yang tahun kemaren masih bersama, namun tahun ini sudah beristri. Semoga, puasa tahun 2013 ini aku lancar, dan  puasa tahun 2014 nanti sudah bisa ditemani oleh istri, sang bidadri dunia akherat, yang akan bersama berjuang di medan Allah SWT, yang akan membesar dan mendidik anak-anakku, yang akan  mengingatkan ketika aku salah, dan akan mendukung segala aktivitasku ketika itu baik dan benar, aamin.

Al-Azhar, engkau akan selalu terindukan olehku. Kau adalah ibuku, sebagaimana yang telah dikatakan oleh ulama al-Azhar caliber Dunia, Penasehat Grand Syeikh Azhar, pakar ilmu kalam, wali Allah SWT,  Syeikh Hasan Syafi’i. Ibu yang akan selalu ku rindukan, akan ku kenang, akan aku sebut dalam setiap ku rindu dan mengajarkan ilmumu, oh, al-Azhar.

Malam pertama Shalat Taraweh pun seakan sangat menambah beda ketika Syeikh Abdul Hakim, ulama pakar Qira’ah yang selalu mengadakan halaqah baca Qur’an bareng (majlis) setiap satu minggu sekali di Mesjid Azhar. Syeikh Hakim membacakan 1 juz dalam 8 reka’at. Kawan-kawan yang biasa Shalat di Azhar merasa bingung dan heran, karena setiap bulan Ramadhan, Tarawihnya selalu 23 Rekaat. Namun, apapun yang terjadi, ini sebagai pelajaran, bahwa Azhar merangkul dan menerima empat Mazhab yang ada, dan malam ini kami telah membbutikan toleransi itu.  Dan, Alhamdulillah, usai shalat, aku bisa menggandeng beliau, Syeikh Abdul Hakim, Imam Tarawih malam itu, untuk masuk ke ruang ulama Azhar. Tentu memohon doa kepada beliau dan melunturkan karang hatiku dengan hanya menempelkan dan mencium tangan mulia beliau.

Usai Tarawih, aku pulang dan minum Ahir Ashab (Juz Tebu) bersama satu temanku, orang Lombok. Malam pertama ini aku piket masak untuk sahur,otomatis aku harus segera belanja ke pasar Khudar, pasar yang berada persis di belakang Mesjid Azhar. Setelah itu kami pulang, dan ternyata temanku itu lagi galau masalah nikah??????? hah, langsung aja aku panas-panasin, jika aku juga sudah ada target di tahun 2013 dengan orang luar Jawa, tepatnya orang Bugis. tentunya aku dan kawanku ini saling cerita tentang masing-masing. Dan, ternyata temenku ini tambah galau, hehe. Maaf, yah….. makannya, masang target biar gak galau, dan lagi tentuin satu, dan yakinkan diri dan yakinkan pula satu orang yang kamu tentuin itu, karena jodoh itu bukan dicari, melainkan dibangun, jawabku. Awas, nambah galau lagi, hehe..

Udah akhirnya, aku pamit karena malamnya harus masak untuk kawan rumah yang akan sahur. Inilah sekilas catetanku di hari pertama puasaku, di tahun 2013, tahun dimana Mesir sedang panas, karena 3 July Presiden Mesir, Dr. Moh. Mursi dikudeta oleh masyarakat melalui tentara.

Untuk selalu memacu kegiatan baik di bulan Ramadhan, ayuk selalu ingat kata ini “mungkin ini ramadhan terakhirku. Maka, aku harus menggunakannya sebaik mungkin, karena kemungkinan gak akan ketemu lagi di taun depan”


Wallahu ‘alam. Subuh, Kairo, 10 Juli 2013. Ditulis oleh Syem Sudin, pemimpi 1000 manfaat, Syem Sudin Simple Solution (S4).

Tidak ada komentar: