Oleh:
Syemsudin[1]
Hadis yang
menjelaskan tentang munculnya Mahdiy sudah sampai pada tarap mutawwwatir
maknawiy. Banyak ulamana yang telah meriwayatkan ke-mutawatir-an
hadis ini.
Ibnu Qayyim
Al-Jawziy menulis dalam kitab “Manar Al-Munif fi Saheh wa Dho`if”: “ Sudah mutawatir
dan masyhur dari Rasulullah Saw menyebutkan adanya Mahdiy dan dia
dari keluarga Rasul. Sifatnya di dunia nanti ( sabda Rasul) adalah memipin
selama tujuh tahun, menyebarluaskan
keadilan di atas bumi, Nabi Isa keluar untuk membantunya, dia (Mahdiy) menjadi
pemimpin ummat dan Nabi Isa berada di belakangnya ketika shalat”.
Imam Syaukaniy
dalam kitab “ Al-Taudhih fi Tawaturi Ma Ja’a fi Al-Muntadhar”: “ Hadis-hadis
tentang keluarnya Mahdiy yang ada itu
lebih dari limapuluh hadis. Hadis itu ada yang shaheh, hasan, dan dha`if
yang bisa di amalkan. Maka, semua hadis itu terkategorikan sudah sampai tarap mutawattir.
Hadis Shaheh
tentang Imam Mahdiy
Hadis dari Ibnu
Mas`ud ra dari Rasulullah Saw bersabda: “ Jika hari sudah tidak tersisa kecuali
sehari maka niscaya Allah akan memperpanjang hari itu sampai Allah mengutus
seorang lelaki dariku (dari keluargaku) yang nama dan nama ayahnya sama denganku, menyebarkan keadilan diatas
bumi ketika bumi sudah tertutupi oleh kerusakan dan kekejian.”
Dari Abi Sa`id
Al-Hudriy ra berkata, Rasulallah Saw bersabda: “ Mahdiy dariku (dari ahlu
baitku), jidatnya sangat tampak, hidungnya mancung, menyebarluaskan (dan
menerapkan) keadilan di atas bumi sebagaimana kekejian dan kejahatan sudah
meutupi bumi, dan dia menguasai selama tujuh tahun.”
Dari semua
hadis-hadis shaheh di atas secara
jelas menerangkan bahwa Mahdiy itu bernama Muhammad bin Abdullah, dan nasabnya
bersambung hingga Hasan bukan ke Husain radhiyallahu `anhuma.
Maka dalam
hadis di atas sebagai jawaban dan counter terhadap dakwaan Syi`ah Jakfariyyah
yang mendakwa bahwa pemimpin mereka “Imam duabelas” sebagai Mahdiy yang di
jelaskan oleh Rasuullah Saw. Karena imam yang mereka sangka sebagai Mahdiy
bernama Muhammad bin Hasan Al-Askariy, keturunan Husain bin Ali ra bukan dari
keturunan Hasan bin Ali. Sedangkan hadis yang telah disampaikan Rasulullah Saw
tentang Mahdiy dia bernama Muhammad bin Abdullah dan nasabnya bersambung pada
Hasan bukan kepada Husain bin Ali ra.
Dalam riwayat
yang shaheh di atas, dan lebih dari satu ulama yang menjelaskan bahwa
hadis Mahdiy itu mutawattir maknawiy. Ini sebagai jawaban untuk
Usatadz Muhammad rasyid Ridha rh, ulama kontemporer, yang telah menghukumi
bahwa hadis Mahdiy itu dha`if bahkan itthirab. Dia menuduh
kesalahan dan kebohogan atas hadis Mahdiy itu muncul dari Ka`ab Al-Ahbar. Dia
berkata: “ Oleh karena itu (Ka`ab) banyak menimbulkan perbedaan atas nama
Mahdiy, nasab, sifat, dan aktivitasnya. Dan Ka`ab Al-Ahbar memiliki peran
penting dalam pen-talfiq-an hadis itu”.
Ditempat lain
Ust. Muhammad Ridha, jika Anda ingat ,
hadis-hadis tentang fitnah dan hari akhir itu umum sedangkan hadis tentang
Mahdiy itu khusus. Dan hadis tentang Mahdiy ini hanya sebagai ajang penyebaran
kepentingan hawa nafsu, bid`ah, dan sebagai tunggangan kelompok-kelompok
tertentu. Dari semua itu Anda bisa meletakan di mana hadis itu sepantasnya, ungkapnya.
Sehingga
terdapat tuduhan bahwa hadis tentang Imam Mahdiy itu dha`if dan kebohonagn
yang ditimbulkan oleh perwainya yaitu Ka`ab dan Wahab yang banyak menukil dari
Ahli Kitab.
JAWABAN
ATAS SEMUA DAKWAAN Di ATAS
Ka`ab bin
Al-Ahbar
Pertama, persangkaan M. Rasyid Ridha terhadap Ka`ab Al-Ahbar. Bahwa Ka`ab dan
Wahab bin Munabbah sebagai peyebarkan kisah israiliyat dan mitos. Tuduhannya
terhadap sahabat Rasul, tabi`in, dan terhadap para pemimpin ummat islam dengan
ketidaktauan atas hakikat sesuatu ketika M. Ridha berkomentar atas tafsir firman Allah
Swt dalam QS. Al-A’araf ayat 145, dia berkata: adapaun kebanyakan riwayat itu
di tinjau dari esensinya dan kedudukannya semuanya bersumber dari kisah israiliyat
yang tidak sah. Semua itu sebagaimana yang telah disebarkan dibelahan
orang-orang islam oleh semisal Ka`ab Al-Ahbar dan Wahab bin Munabbah. Sebagian sahabat dan tabi`in yang terbujuk dan tertipu oleh mereka berdua jika
memang sah periwyatan dari mereka semua.
Dia juga
berkata ketahuilah bahwa paling jelek dan terparahnya periwayatan israiliyat
itu muncul dari dua laki-laki itu, yaitu Ka`ab dan Wahab. Dia juga
menambahkan, jika saja Imam Ibnu Hajar bisa menyikapi desas-desus yang
disusupkan oleh mereka berdua daan kesalahan ulama dalam penilaian akan jarh
wa ta`dil mereka, maka penjelasannya atas masalah ini akan lebih dalam dan
jelas karena banyak ulama yang telah tertipu oleh kedua orang itu.
Celaan ulama
kontemporer ini (semoga Allah mengampuninya) terhadap Ka`ab bin Ahbar dan Wahab
bin Munabbah terbantahkan oleh dirinya sendiri dengan apa yang dia katakana bahwa
jumhur ulama telah menghukumi mereka berdua dengan adil dan tsiqqah.
Dia juga mengakui bahwa Abu Hurairah, Ibnu Abbas dan dari tokoh-tokoh sahabat laiinya
semisal Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin Zubair semuanya meriwayatkan dari
Ka`ab dan Wahab. Dan periwatan mereka dari dua tokoh itu bukan sembarang ambil
tanpa mengetahui keadaan dan posisi orang yang mereka ambil hadisnya. Mereka
semua sahabat yang ketika meriwayatkan akan mencari posisis yang di ambil
hadisnya itu tsiqqah, sehingga apa yang di riwayatkannya itu bisa menimbulkan keyakinan.
Jika tidak
demikian adanya, bagaiamana bisa para sahabat Rasul mengambil lmu dari tokoh
yang pembohong dan pemalsu hadis Rasul Saw sebagaimana tuduhan mereka. Semua
itu tak akan mungkin terjadi karena sahabat di kenal jeli dan sangat berhati-hati dalam belajar dan mencari suatu
hadis utuk di amalkan dan di riwayatkan.
Kemudian Imam
Muslim, ulama yang terkenal sangat berhati-hati dan selektif dalam periwayatan
hadis, juga menuliskan hadis-hadis tentang Mahdiy itu dalam “Shahih”nya. Begitu
juga dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud, Turmuzi, dan Nasa’i. Ini sebagai bukti
jelas bahwa Ka`ab bin Ahbar itu seorang yang tsiqqah dan tidak diragukan
kedudukannya menurut seluruh ulama. Ini sudah sangat cukup jelas sebagai bukti
dan saksi kedudukan Ka`ab. Ini pula, cukup sebagai jawaban atas tuduhan yang
disasarkan terhadap Ka`ab bin Ahbar (sebagaimana di tuliskan oleh Dr. Zahabi
dalam kitabnya “Tafsir wa Al-Mufassirun”)
Jumhur ulama juga
menilai Ka`ab tsiqqah. Bukti nyatanya mereka tidak ada yang memasukannya
di kategori hadis dha`if (lemah) dan matrukin (yang
ditinggalkan). Dan tokoh ulama dalam bidang kritisi perawi dan hadis juga
sepakat akan ke-tsiqqahan Ka`ab bin Ahbar.
Wahab bin
Munabbah
Sedangkan Wahab
bin Munabbah. Banyak ulama yang telah meriwayatkan darinya, diantaranya adalah
Imam Bukkhari, Imam Muslim, Imam Abu dawud, Imam Turmuzi, dan Imam Nasa’i.
Pandangan ulama
tentang Wahab bin Munabbah
Imam Zahabi
dalam kitab “Mizan” berkata: “( Wahab bin Munabbah) tsiqqah, shadiq, banyak
menukil dari kitab israiliyyat.
Imam `Ajliy
berkata tentang Wahab bin Munabbah: tsiqqah dari tabi`in, Qhadi Yaman,
Hanya di dhaif-kan oleh Falas, dan di-tsiqqah-kan oleh jama`ah.
Imam Abu Zur`ah,
tokoh kritikor kelas kakap, dan Imam nasa’I mengatakan bahwa Wahab bin Munabbah
itu tsiqqah. Ibnu Hibban juga memasukan Wahab bin Munabbah dalam
kelompok perawi tsiqqat. Imam Bukhari juga mempercayai apa yang di
riwayatkan Wahab dan menilainya tsiqqah dalam penyampaian sebuah
riwayat.
Diatas tadi
sebagian pendapat ulama tentang penilaian mereka atas dua tokoh hadis Ka`ab bin
Ahbar dan Wahab bin Munabbah. Dan kebanyakan ulama besar dalam bidang hadis
telah menilainya tsiqqah dan memasukan mereka dalam kelompok perawi yang
tsiqqat.
Setelah
pemaparan dan penilaian para tokoh hadis dan kritikor hadis , apakah pantas ada
salah seorang yang kemudian menentang akan keahlian dan meragukan kejelian
dalam metode mereka dalam menilai suatu perawi maupun hadis(?).
Namun, bbukan
berarti semua apa yang diriwayatkan oleh dua ulama besar itu (ka`ab dan Wahab)
benar dan terselamatkan dari dusta yang tidak disengaja. Bahkan ada periwayatan
yang nisbatkan kepada mereka dan mengandung isi dusta dan menyimpang dari
sari`at dan logika kita. Namun, bukan berarti kita harus mengalamatkan
kedustaan itu kepada dua tokoh tersebut, tidak (!). Mungkin kebohongan dan
dusta yang ada dalam suatu riwayat yang didalamnya terdapat salah satu dari
Ka`ab dan Wahab itu timbul dari orang lain (bisa terjadi, kan (?). Atau, bisa
jadi mereka berdua menukilkan apa yang
diriwayatkannya itu mengambil dari apa yang ada dalam kitab mereka yang mereka
berdua yakini kebenarannya, dan mereka berdua tidak tau kebohongan yang ada
dalam kitab mereka karena sulitnya membedakan antara yang telah di rubah dan
yang belum.
Imam Ibnu
Jawziy rh berkata: “ Sebagian apa yang di ceritakan oleh Ka`ab bin Ahbar
dari Ahli Kitab terkadang terdapat suatu kebohongan. Namun, bukan berarti Ka`ab
ini menerima dan berpatokan terhadap (hadis atau riwayat) yang bohong dan
dusta. Bahkan Ka`ab bin Ahbar itu termasuk orang-orang yang terpilih. Begitu
pula Wahab bin Munabbah.
Adapun tuduhan
Ust. Rasyid Ridha bahwa kebanyakan riwayat tentang munculnya Mahdiy itu sebagai
penyebab kerusakan, pertikaian dan fitnah diantara ummat islam. Perpecahan itu
muncul karena ada intervensi dari pihak musuh islam sebagai dalang dalam perpecahan
ini, bukan murni disebabkan oleh hadis tentang Mahdiy.
Musuh islam
tidak hanya terfokus dalam permasalahan Mahdiy saja, melainkan mereka juga
mempropaganda hingga masalah yang berhungan dengan kenabian atau bidang akidah.
Mereka dengan kesibukannya untuk menghancurkan dan memecah ummat islam, muncul
dari pemikiran mereka untuk mengaku-ngaku sebagai nabi.
Permasalahan
ini hingga saat ini masih dihadapi oleh ummat islam, sebagaimana yang sedang
dihadapkan terhadap ummat islam melalui kelompok Bahaiyyah, Babiyah, Qadyaniyah
dan lain sebagainya. Sedangkan ummat islam yakin betul akan telah berakhirnya
kenabian semenjak turun dan perpindahan Rasulullah Saw ke hadiribaan Allah Swt.
Maka jelas, bahwa
hadis tentang mahdiy itu benar adanya. Bukan semuanya dha`id. Karena
banyak ulama yang memasukannya dalamm kelompok hadis shaheh, semisal
Imam Bukhari dan Imam Muslim. Bahkan, hadis tentang Mahdiy itu sudah sampai
pada taraf mutawattir maknawiy. Sedangkan kebohongan yang dialamatkan
terhadap dua perawi hadis, Ka`ab bin Ahbar dan Wahab bin Munabbah itu tidak
benar. Mereka berdua tidak mengambil hal yang benar-benar dusta, dan kedustaan
itu bukan timbul dari mereka berdua.
[1]
. Tulisan Syamsudin, Mahasiswa Ushuludin, Jur. Hadis, Tingkat IV. S. Diambil dari Diktat “Daf`u Syubuhan an
Al-Hadis Al-Nabawiy” tingkat IV termin II
Tidak ada komentar:
Posting Komentar