BUAH JEMARI-Q

Jumat, 31 Mei 2013

Refleksi Hidup #1


Suara Azan Subuh belum berkumandang, Rabu, pukul 03.45 Clt. gemercik air akuarium di ruang tamu membuat aku terbangun. Aku lansung bergegas menuju kamar mandi, aku ingat betul hari ini, Rabu, adalah jadwal pemberangkatan  aku dan perkumpulan murid Maulana Syeikh Yusri Rusydi Jabr al-Hasani untuk ziarah Imam Syadzilly dan refresing jiwa melewati laut merah –Ein Syukhna, Ghurghada, dan Marsa Alam-. Usai mandi, aku beranjak menuju Mesjid al-Azhar, sebelum aku keluar dari pintu rumah, rumah yang berada di flat lantai empat, aku bangunin kawan serumahku untuk shalat dan berbenah untuk ziarah –walau aku sendiri belum berbenah, he-.

Aku turun menuju masjid al-Azhar, tangga demi tangga aku lalui, took-toko kitab, dan terowongan bawah rumah yang selalu aku lalui jika menuju Mesjid al-Azhar –bagi yang selalu baca tulisanku pasti sudah tahu gambaran lokasi rumahku-. Qira`ah Syeikh Zakaria –salah satu imam mesjid al-Azhar- sudah semakin dekat ditelingaku, aku terus melangkah melewati took-toko buku di sekeliling rumahku, warung-warung buah yang bertengger dibelakang masjid menambah kemeriahan warna lingkungan, sembari berjalan menuju gerbang al-Azhar, aku pandangi buah yang selalu menggodaku, anggur, semangka, dan buah manga.  Rekaat awal akan segera berakhir ketika aku masuk gerbang belakang al-Azhar, bacaan imam sudah berakhir, dan suara takbir intiqol terdengar, aku melangkah santai menuju barisan disebelah kanan, barisan kedua. Shalat subuh disini biasa dilakukan di Shahn terbuka, ruang tengah al-Azhar yang terbuka, sejuk dengan udara pagi –bagi yang sudah pernah berkunjung kesini, pasti sudah pernah merasakannya, jika berkunjungnya dipagi buta-.



Usai shalat subuh, aku langsung beranjak pulang ke rumah karena aku bebul berbenah segala apa yang akan dibawa dan dipakai dalam perjalanan ziarah dan refresing jiwa nanti. Sesampai di rumah, kawan serumahku yang mau ikut sudah berbusana rapi. “udah siap belon?” sapa temenku. “belom nih, belum lagi aku harus nyetrika pakaian yang akan aku pakai dan bawa”, “ya udah sana setrika dulu!,oh iya, temenku nanti mau ikut beragkat kita, nanti dia keruma kita dulu”, “Ok klo gitu, aku nyetrika dulu, sambil menyiapkan yang akan ane bawa”, jawabku sembari menenteng setrikaan. Aku nyetrika pakaian yang akan aku pakai, kaos, baju, jubbah, celana, dan sarung, semuanya serba satu.
Pukul 05.40 Clt. temen satu komplekku nelfon, dia menanyakan kapan aku akan berangkat ke Mukotom, Mesjid Asyraf –pasti yang sering ngikutin artikelku sudah pernah bisa ngebayangin are yang aku sebut tadi-. Aku langsung bikin status umum di jejaring facebook, “Bagi peserta "Ziarah & Rihlah Ruhiyyah" areal Husein Darosah, yang nggak tahu rute ke Mukotom -Mesjid Asyraf- silahkan ketemu di Masyikhoh -call 01096701875-, kita berangkat bareng dari sana!! Doanya semoga perjalanan kami lancar selama 3-4 hari, semoga bisa berbagi dengan deskripsi kecil nanti.aamiin. Mau nitip do`a apa nih?????”. Usai aku nulis itu, aku  langsung pak-pakin bawaanku, pakaian serba satu, peralatan mandi dan tiga buku bacaan, al-Qur`an, al-Ahkam al-Muftara `Alaih fi Ahadis al-Mutafaq `Alaih –karya Prof. Dr. Ridlo Zakaria MA.-, dan Napak Tilas Ziarah Makam Auliya –karya PCI-NU Mesir. Semuanya, aku masukin ke tas gendong kecil, tas yang selalu menemaniku ketika berkeliling Kairo. Kesiapan jasmani telah aku anggap cukup, giliran kesiapan ruhani –jiwa- yang harus aku penuhi. Aku konsentrasikan jiwaku dari segala ikatan yang berbau materi, aku niatkan touring dalam rangka tafakur atas nikmat Allah, memahami perjalanan hijrah masa Rasul, dan memahami metode ulama terdahulu dalam menyambangi hidayah dan taufiq Allah Swt. Emang niat adalah standarisasi dari suatu perbuatan, pantes saja Imam Bukhori meletakan “Hadis Niat” di awal karya monumentalnya, Shahih Bukhori. Maka, tingkatkan kualitas niat, tingkatkan pula kuantitas & kualitas tindakan, ini idealnya.

Pukul 06.15 Clt., aku turun menuju jalan raya Masyikhoh, kedua kawanku yang berangkat dari rumahku telah beranjak mendahui aku,”aku nyusul nanti dibelakang kalian, insya Allah kita ketemu di depan Masyikhoh.”, sapaku kepada kedua kawanku sebelum mereka melangkahkan kaki dari pintu rumah. Aku harus berangkat lebih pagi karena data peserta ziarah anak Indonesia semuanya ada ditanganku. Namun, aku juga harus ngecek ATM dulu, karena kawanku -yang sedang pulang ke Indonesia dalam rangka liburan- katanya sudah mengirim uang untuk diberikan kepada temenku. Sesampainya di ATM, aku cek pulsa ATM-ku masih tetap, artinya kawanku belum mentrasfer uangnya ke ATM-ku. Aku langsung bergegas dari ATM -yang berada di dekat jalan bawah tanah samping masjid al-Azhar dan masjid Husein- menuju Masyikhoh.

Rumus percepatan, iya rumus percepatan, aku harus menggunakan rumus itu untuk melangkahkan kaki menuju Masyikhoh, dua temenku ditambah satu temen yang telah menelfonku tadi, mereka telah menungguku di depan Masyikhoh. Didepan Bank HSBC ketika aku sedang mempercepat langkahku, aku berpapasan dengan satu kawanku –sebut saja Doni-, dia juga berjalan kea rah yang berlawanan dengan percepatan ala dia. Aku nggak sempat menyapa dan menanyakan kepadanya, kenapa dia kembali lagi ke rumah. Langkahku semakin aku percepat, tiga sosok wajah anak Indonesia semakin tampak jelas, satu berdiri, dan yang dua sedang duduk, mereka adalah kawan-kawanku yang akan berangkat bareng menuju rombongan ziarah Imam Syadzilly dan refresing jiwa di Mukotom. Aku meminta maaf kepada ketiga temenku karena aku telat. Kami menunggu angkot/ bus yang bergerak menuju halte Sayeda Aisyah –lihat artikelku yang lain-. Jam telah menunjukan pukul 06.53 Clt., perjalanan ke Mukotom bisa memakan waktu sampai satu jam. Kami menunggu satu demi satu kendaraan lalu lalang, namun angkot maupun bus yang kami tunggu belum kunjung datang. Aku tanyakan ke satu temenku, kenapa Doni kembali pulang ke rumah, Rojil –bukan nama asli- menjawab, bahwa Doni pulang karena pasportnya nggak kebawa. Matahari sudah mulai memunculkan wajahnya, keringat kami berempat sebagai saksinya. Akhirnya aku dan Rojil sepakat, jika ada angkot nanti, kami bertiga –aku, Sandi, dan Raihan” berangkat dulu, sedang Rojil dan Doni akan menyusul dari belakang, mereka akan mencari taksi.

Setelah dua puluh menit kami menunggu angkot, angkot bertuliskan “tramco” meluncur menghampiri kami, aku lambaikan tangan sebagai tanda kami akan ikut angkot itu. Aku pamitan dengan Rojil, kami berangkat duluan. Jika nanti Rajil dan Doni sudah berangkat, aku menyuruh Rojil untuk menghubungiku. Aku memang harus segera sampai lokasi pemberangkatan, data peserta ziarah ada padaku.

Tramco meluncur cepat, suasana jalan masih kosong, masih sepi karena masih amat sangat pagi untuk aktivitas orang Kairo. Sesampainya di halte Sayeda Aisyah, kami beranjak cepat menuju terminal pemberhentian ankutan menuju Mukotom, Up Town.  Aku dan kedua temenku masuk menuju tiga kursi yang kosong, setalah kami masuk, sang supir langsung menstater mesin, tak lama kemudia kami berada di bawah kubri –jemabatan- Sayeda Aisyah.
NEXT

By Syem Sudin

Tidak ada komentar: