Aku baca disebuah berita yang di share melalui Facebook,
orang bingung dengan menu buka dan sahur gara-gara temped an tahu sudah sangat
jarang ditemukan di pasar-pasar tradisional di Indonesia. Ngedenger itu, aku
langsung merinding dengan lifestyle bangsaku sendiri disana. Itu di Indonesia, lain halnya dengan yang di Mesir. Tempe
disini menjadi makanan primadona bagi Mahasiswa Indonesia di Mesir (read:
Masisir). Di Mesir polusi berwirausaha sudah sangat luas dan terbuka lebar,
apalagi setelah adanya seminar yang diadakan oleh kawan-kawan Masisir dengan
mengahadirkan pakar otak kanan “Mas Ippho Santosa”.
Banyak sekali kawan-kawan Masisir yang membuka usaha ticketing,
traveling, warung makan, jasa pengiriman uang Indonesia- Cairo dan sebaliknya,
laundry, krupuk, tempe, tahu dan masih banyak lagi usaha Masisir di Mesir ini.
Walau mereka sibuk dengan aktifitas perkampusan, namun semnagt untuk berwirausaha
nggak surut. Bahkan, hasil pengamatan sebuah majalah di kancah Masisir
menyimpulkan kalau dunia usaha di Masisir ini semakin tahun semakin meningkat.
Mereka walau tanpa instansi yang memayungi usaha mereka semua, namun sikap adil
dan bijak antar sesame pengusaha berjalan lancar. Akhirnya, aku meilih menggeluti bisnis lain. :) doanya yah!!!
Kembali ke pembahasan tempe. Tempe di Masisir itu sudah
sangat lama adanya. Sebelum aku datang ke Mesir ini (Mei 2009 lalu), tempe
sudah sangat familier di kancah Masisir. Bukankah kita kenal tokoh Azam
dalam film “Ayat-ayat Cinta” garapan Bang Abik itu dia sebagai pengusaha
tempe????. Ia, itulah gambaran usaha tempe yang telah ada di Mesir yang dibawa
oleh Masisir.
Pengusaha tempe Masisir, mendapatkan ragi untuk fermentasi
dulunya melalui kiriman Indonesia yang dititipkan melalui temen yang pulang
atau berangkat ke Mesir ini. Namun, sekarang sudah sangat banyak sekali jasa
pengiriman kargo ala kapal, bahkan ala pesawat. Perkembangannya, sekarang ragi
sudah bisa ditemukan dipasar-pasar milik Masisir.
Dulu, saya sempat mencoba berobservasi untuk
memproduksi tempe. Namun, setiap dicoba gagal, gagal, dan gagal terus. Saya
nggak putus asa. Namun, waktu itu saya
berhenti sejenak untuk belajar mengamati kesalahan-kesalan kegagalan itu. Ketika
saya sedang dalam proses pengamatan, tempe di kawasanku sudah diambil alih oleh
kawanku. Alhamdulillah, ucapku. Semoga usahanya lancar, berkah dan bisa
ngobatin kangen kami, dengan mengkonsumsi tempe.
Kawan-kawan Masisir yang memproduksi tempe berfariasi
frekuensi buatnya. Tergantung permintaan dan lingkungan. Ada yang memproduksi
setiap hari, ada yang memproduksi ndawud sehari bikin, sehari nggak dan
sebagainya. Tempe disini dibungkus plastic karena lebih efisien, walau
daun pisang juga di Mesir ini banyak tersedia.
Kedelai di Mesir ini sangat mudah sekali didapatkan. Harga
perkilonya ada yang 5 Le. (Rp. 7.500). kalau belinya dalam jumlah banyak dan di
kempung-kampung, bisa seharga 4 Le. Sampai 3 Le. Tempe yang dihasilkan amat
sangat berfariasi. Ada yang kualitas kecil, jumbo dan super. Untuk harga
tempe minimal perbungkusnya 1 Le. (Rp.
1.500). Tempe hasil produksi kawan-kawan ada yang di stok oleh rumah makan,
adapula yang dijual door to door.
Sementara, pengkonsumsi tempe di Mesir yang terbanyak adalah
warga Indonseia sendiri. Namun, banyak juga kawan-kawan Asia Tenggara yang
menikmatinya, bahkan di warung-warung makan ada orang asing selain dari Asia
Tenggara yang menikmatinya, semisal orang Mesir dan lain sebagainya.
Walau tempe di Indonesia trandingnya turun, namun tempe di
Masisir ini semakin melejit naik tiap harinya. Kami tak kenal rasa bosan,
bahkan yang ada dalam diri kami adalah bangga dan kangen selalu dengan
tempe-tempe ciri khas produk tradisional Indonesia.
Tempe bagi kami bukan hanya sekedar bahan konsumsi,
melainkan ia sebagai duta bangsa yang selalu kami hargai. Semoga warga
Indonesia di Indonesia sana akan lebih mencintai tempe disbanding pitza. Ada
statement untuk mengakhiri pembahasan tempe ini “AKU LEBIH SUKA MAKAN TEMPE,
DARIPADA MAKAN HUMBERGER”
Untuk produksi tahu sendiri di Masisir masih sangat langka. Karena
memang tingkat kerumitan dan nggak terlalu tahan lama seperti tempe.
Hari ke- 6 Ramadlan
KAIRO
1 komentar:
hmmmm,, ralat akhi,, tokoh Azzam adanya di "Ketika Cinta Bertasbih",, heeee
Posting Komentar