Kepada Ytc. Keluarga
di Kampoeng Halaman
Dari Ananda
Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarokatuh
Rasa hormat ananda kepada semua keluarga,
terkhusus Ayah dan Bunda yang tak pernah letih mengiringi dan membimbing
perjalanan Ananda mengarungi hidup di dunia ini.
Sudah tiga Ramadhan, tiga lebaran
iedul fitrie Ananda nggak duduk satu sofa bersama keluarga, saling sungkem,
menunggu Ayah pulang dari Mesjid usai shalat Iedul Fitrie.
Ananda ingat betul, usai bangun
untuk shalat malam, menunggu waktu subuh tiba. Bunda meneruskan tugasnya, menyiapkan
masakan untuk sarapan dan persiapan suguhan untuk tamu yang datang. Yang lain
bergantian mandi. Usai subuh tiba, kami sekeluarga (Ayan, Bunda, dan kedua
saudaraku) bergegas menuju pemakaman keluarga yang tak jauh dari Mushala
kelompok, hanya 10 meter dari Mushala, dan 20 meter dari kediaman kami.
Di pagi buta, suara burung belum
berkicau, embun masih merindu dan berpelukan dengan dedaunan, sederet suara kukuruyuk
jago di rumah-rumah ikut menyobek keheningan pagi. Kami sekeluarga dengan
membawa bunga mawar dan pandan, sapu lidi, dan 2 lembar tikar, berada
dikeheningan dan kedinginan pagi buta, selama sebelum 3 tahun kebelakang. Kaka
perempuanku biasanya menyapu, yang lain membantu dengan mencabuti rerumputan
liar diatas petilasan keluarga. Pemakaman keluargaku sudah bertambah kabarnya,
dulu sewaktu Ananda masih berada di rumah, pemakaman itu terdiri dari makam Kakek
dan Nenek dari jalur Ayah, tiga saudara kandungku yang telah meninggal dunia,
dua keponakanu yang meninggal ketika masih dalam rahim, dan Nenek dari jalur
Bunda. Namun, sekarang telah bertambah satu, Ayah dari saudara jauhku.
Usai membersihkan pemakaman, kami
melaksanakan ritual do`a bersama, Ayah yang biasa memimpin, walau Kakaku juga
sudah terbiasa. Namun, penghormatan dan kesopanan selalu kami junjung tinggi,
kadang ada dua atau lebih yang berhak, namun etika lah yang menjadi pemutus
semuanya itu, inilah yang telah ditanamkan Ayah dan Bunda kami.
Tak jarang, ketika Ayah
membacakan do`a, tetesan air mata dari masing-asing kami sebagai penambah
aamiinan doa Ayah, apalagi ketika Ayah membacakan do`a yang bersinggungan
dengan keluarga, keturunan, dan masa depan kami.
Usai dari pemakaman, kami bergegas
ke rumah. Ayah telah menyiapkan amplop sebanyak anggota rumah, amplop itu untuk
sedekah di Mesjid. Ananda inget betul, bagaimana Ayah mengajari kami akan arti
berbagi. Walau Ananda ingin mengisi amplop sendiri, namun Ayah selalu berkata, “biar
uang Ayah ikut di amplop itu, kalo Ananda mau menambah, tambahkan saja!”. Bukan
hanya amplop yang Ayah siapkan untuk kami, minyak wangi pun Ayah siapkan untuk
kami. Ayah selelu menganjurkan kami untuk mengenakan pakaian berwarna putih.
Ananda ingat betul hal ini Ayah.
Usai shalat Iedul Fitrie di
Mesjid, kami –selain Ayah- langsung bergegas pulang, tanpa bersalaman dan
mampir di rumah tetangga atau saudara yang lain. Karena, kebiasaan kami itu
dimulai dari lingkup keluarga rumah dulu.
Ketika yang lain sudah sibuk sarapan dan
bersalaman, keluargaku masih sibuk menunggu Ayah pulang dari Mesjid. Kami
sekeluarga menunggu Ayah yang merupakan kepala keluarga. Ritual salaman dan
saling memaafkan dimulai dari Ibu ke Ayah, kemudian diikuti anak tertua ke
Ayah, dilanjutkan ke Ibu, disusul anak ke dua dan seterusnya. Adat kami, biasa
memulai dari yang terbesar menuju yang terkecil.
Suasana haru saat sungkeman
menjadi suasana tersendiri yang sangat Ananda rindukan. Betapa tidak, Ananda
mengungkapkan segala kesalahan, kekurangan, dan kekhilafan kepada Ayah seta
Ibu, kewajiban seorang anak terhadap kedua orang tua, begitupun Ayah dan Ibu
memohon maaf ke Ananda, meminta maaf atas segala kesalahan dan kekurangan atas
memenuhi hak dan menjalankan kewajiban sebagai orang tua.
Hati terasa lega setelah sungkeman itu
berlangsung, setelah itu kami sarapan pagi bersama sembari menunggu tetangga yang
sedang berkeliling, bersalaman ke semua anggota kampung, sebagai adat lebaran
Iedul Fitrie yang merupakan pencarian kefitriean setelah di gembleng di Bulan
Ramadhan, dengan bertujuan, semoga dapat menjadikan Ramadhan yang lain di
selain Ramadhan.
Semua kenangan itu Ananda
rindukan, sangat lekat dalam otak Ananda semua itu. Tiga tahun sudah, Ananda
tak berada di sofa tempat sungkeman keluarga. Batin Ananda selalu hadir disana,
kelegaan hati yang selalu terindukan. Ananda hanya bisa melewati satelit
penghubung lewat udara untuk sungkeman dengan Ayah serta Bunda. Sungguh amat
berharga nilai kedua telapak tangan Ayah dan Bunda.
Namun, Ayah dan Bunda tak usah
risau nun sedih, do`a Ayah dan Bunda sangat terasa untuk Ananda, jasad boleh
jauh, namun batin selalu berdampingan. Apalah arti sebuah jasad, jika batin –ruh-
tak bersatu, bukankah batin yang akan dipertemukan di alam sana?, akan
membangun istana keluarga yang telah kita bangun di alam fana ini. Ayah, Bunda
di lebaran ke tiga ini, Ananda mohon maaf lahir batin, secarik kertas ini
menjadi saksi akan rindu, cinta, hormat, kasih sayang, dan kebaktian Ananda
terhadap keluarga.
NB: sekarang kami telah bertambah
anggota, ada Mbak Ipar, Keponakan, Mas Ipar. Jadi, kami semakin ramai ketika
pergi kepemakaman keluara, dan sungkeman. Ananda belum pernah lebaran bersama
keponakan, rindu ini dengan senyuman dan panggilanmu M. Arsyad Nabil Rajabi.
Wassalamualaikum
Warahmatullahi Wabarokatuh
Kairo, 14 Agustus 2012/ 26 Ramadhan 1433
Tidak ada komentar:
Posting Komentar